QORYAH THAYYIBAH, THE FREEDOM STUDENTS

Monday, January 7, 2013 | comments


Qoryah Thayyibah, jika diartikan per-suku kata Qoryah artinya desa, dan Thayyibah artinya baik, indah, unggul, mandiri atau intinya segala sesuatu yang baik, jadi Qoryah Thayyibah berarti Desa yang baik. Sebenarnya QT (Qoryah Thayyibah) adalah nama serikat tani atau lengkapnya Serikat Paguyuban Tani QT dan paguyuban inilah yang digunakan sebagai komunitas belajar. Jadi, komunitas belajar tersebut terintegrasi dengan serikat tani. QT Beralamat di Desa Kalibening, Salatiga, Jawa Tengah. Sejak didirikan pada tahun 2003, sampai sekarang QT sudah menampung sekitar 50 siswa.

Pada awalnya komunitas belajar QT hanya memiliki 12 siswa, namanya bukan komunitas belajar tapi SMP Qoryah Thayyobah dan mereka-pun masih menggunakan kurikulum nasional yang sama dengan sekolah-sekolah biasa yang lain, menurut Bapak Bahruddin (pendiri komunitas belajar QT), jika jumlah
siswa kurang dari 10 maka QT ini tidak akan terbentuk, jadi dia sangat bersyukur atas partisipasi ke-12 siswa tersebut. Bahkan ada salah satu siswa dari ke-12 siswa tersebut yang telah masuk sekolah favorit di Salatiga, namun oleh Pak Bahruddin dia diajak masuk ke QT, lalu dia pun mau, proses ini tentu saja melalui diskusi sekaligus persetujuan dari orang tua si anak tersebut, dan tentu saja dengan anak itu sendiri.

Kenapa mereka mengubah nama mereka menjadi Komunitas Belajar?? Penulis dapat menyimpulkan bahwa mereka menganggap jika kurikulum nasional itu bersifat menekan siswa, memaksa siswa, menjunjung tinggi individualitas, menginginkan siswa untuk bersaing dan adanya guru yang bertugas untuk mengajar siswa. Hal-hal tersebut mereka angap hanya akan mematikan kreatifitas siswa, karena siswa tidak diberi kebebasan berpikir, mereka hanya bersifat seperti wadah, yang siap untuk menerima segala hal. Jadi mereka manganggap bahwa, belajar harus berawal dari kemauan dan kemampuan siswa dan guru atau pendamping hanya bertugas sebagai penyemangat, pendukung dari apa yang siswanya lakukan. Itulah kenapa mereka memutuskan untuk mengganti dari SMP Qoryah Thayyibah menjadi Komunitas Belajar (Learning Society) Qoryah Thayyibah.

Sekarang, dengan perjuangan yang tidak kenal lelah, sampai saat jumlah siswa di QT ini sudah mencapai kurang lebih 50 orang, dan itu bukan hanya dari Salatiga, banyak siswanya yang berasal dari luar Salatiga, bahkan ada yang berasal dari Sumatra. Dan salah satu siswa yang penulis temui disana berasal dari Malang, dan menurut Mas Muntaha (Salaha satu pendamping di QT) dia masuk ke QT karena dulunya dia mengalami masalah di sekolahnya yang lama. Dia sangat suka bermain musik, itu terlihat saat dia sedang asyiknya memetik sebuah gitar dengan bernyanyi nyayi lirih.

Komunitas belajar QT tentu saja memiliki kurikulum yang sangat berbeda dengan kurikulum pada sekolah-sekolah biasa, dapat diakatan kurikulum yang dipakai di QT adalah kurikulum yang membebaskan siswa untuk belajar apa saja, tidak seperti sekolah biasa yang setiap siswa dituntut untuk mempelajari semua mata pelajaran yang sudah ditetapkan. Jadi di QT, sejak awal siswa sudah bisa langsung memilih sendiri bidang apa yang akan dipelajari, yang menyukai musik akan lebih fokus ke musik, yang menyukai menulis sastra akan lebih fokus ke sastra, yang suka melukis akan lebih fokus ke melukis. Namun bukan berarti siswa hanya boleh belajar satu bidang saja, selain itu mereka juga bisa belajar yang lain. Bahkan jika mereka ingin belajar biologi, matematika, fisika dll itupun bisa.

 Jadi konsep pembelajaran di QT ini adalah sepenuhnya  dikembalikan atau dipusatkan kepada anak, sehingga pembelajarannya sesuai dengan kemampuan dan kemauan anak itu sendiri. Pada akhirnya anak akan merasa senang dan  tidak akan bosan-bosan untuk belajar, karena memang apa yang dipelajarinya sudah menjadi kesenangannya. Cara inipun berhasil membuat anak-anak berkarya dalam bidangnya, salah satu contohnya adalah Maia, di sudah menulis 25 buku, beberapa sudah ada yang diterbitkan oleh penerbit terkenal dan sudah di jual di Gramedia. Belum lagi karya-karya yang lain, seperti film, musik, penelitian dll. Bahkan siswa-siswa QT dengan didampingi pendamping  telah menciptakan sebuah lagu yang menjadi Mars/Hymne Sekolah Kesetaraan.

 Alasan / Dasar mengapa Pak Bahruddin membangun Kelompok Belajar ini diantaranya. Pertama, dia berpendapat bahwa pendidikan di Indonesia sekarang ini semakin rusak, semakin bobrok, maksudnya pendidikan yang sekarang ini tidak menjadikan anak mandiri dan kreatif. Maksudnya adalah setiap anak memiliki keahlian di bidangnya masing-masing, namun pendidikan sekarang ini malah bersifat memaksa anak-anak agar menguasai berbagai macam bidang. Hal ini tentu saja akan menjadikan anak bosan dan malas untuk belajar, makanya saat masa-masa SMP dan SMA para siswa sudah memiliki keberanian untuk membolos, mereka membolos memang karena mereka bosan dengan berbagai macam bidang yang menuntut untuk dikuasai. Contohnya, anak yang sangat ahli dibidang bahasa, namun mereka lemah di bidang yang lain, dan saat ujian hanya nilai bahasanya yang baik bahkan sangat baik, namun bidang yang lain mendapat nilai yang rendah, dan oleh sebab itu si anak ahli bahasa itu tidak lolos atau gagal dalam ujian. Dan menurut penulis sendiri, hal tersebut malah dapat membuat mental sisa tersebut down dan pada akhirnya di jadi frustasi untuk belajar. Fenomena tersebut-lah yang sangat mengganggu di benak Pak Bahruddin

Kedua, mengenai biaya. Pah Bahruddin merasa tergerak hatinya untuk membangun kelompok belajar, karena  dia melihat banyak anak-anak yang hanya diam, karena ketidak mampuan keluarga mereka untuk mememnuhi kebutuhan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Karena pada dasarnya proses belajar di Komunitas Belajar QT ini gratis, termasuk para guru (dipanggil pendamping jika di QT) tidak menerima gaji sepeser-pun. Hanya saja ada biaya tambahan, seperti kebutuhan internet, pembuatan news-letter dll, itu-pun atas hasil musyawarah para siswa sendiri, bukan tuntutan dari pihak QT. Jadi per-bulan setiap siswa di QT iuran sebesar Rp.25.000,00 untuk kebutuhan internet,  internernetnya-pun di kelola oleh anak-anak sendiri. Dan Rp.6.000,00 untuk pembuatan news-letter tadi. News-letter itupun hasil dari siswa QT itu sendiri. Misalkan uang tersebut masih tersisa, mereka memasukannya kedalam kas.

Yang menjadi pertanyaan sekarang bagaimana proses pembelajaran yang ada di Komunitas Belajar QT ini?? Yang pertama, tentang siswa atau anak-anak QT, di awal sudah cukup banyak disinggung mengenai hal ini. Langsung saja menuju yang kedua, penulis akan membahas tentang si pengajar, karena unsur ini sangat penting dalam proses pembelajaran, tanpa adanya pengajar, Komunitas Belajar QT ini tidak akan terwujud. Di QT, guru dipanggil “pendamping”, mereka direkrut dari lingkungan sekitar QT, jumlah pendamping saat QT pertama kali didirikan berjumlah 15 orang sedangkan siswanya 12. Sebagai pedamping ,mereka hanya ditugaskan mendampingi siswa  sekaligus terus mendukung apa yang siswa lakukan. Dan yang paling keren, mereka semua tidak menuntut gaji. Tidak seperti di sekolah-sekolah biasa, guru dianggap sebagai orang yang tahu segalanya dan cenderung mendikte  para siswanya untuk melakukan apa yang diinginkannya.

Ketiga mengenai jadwal, pelajaran dan tempat untuk belajar anak-anak sendiri-lah yang menentukannya, jadi siswa bebas untuk belajar apa saja dan dimana saja. Meskipun begitu, anak-anak QT memiliki juga memiliki jadwal tetap yaitu Selasa-Jumat sampai jam 10 pagi. Sedangkan di Hari Senin, mereka mengadakan upacara, namun upacaranya berbeda dengan upacara di sekolah-sekolah biasa. Mereka hanya mengumpulkan seluruh siswa dan menyuruh mereka untuk duduk sambil membuat lingkaran, disana para siswa disuruh untuk mengutarakan dan menuliskan ide atau gagasannya dan berawal dari situlah muncul karya-karya yang luar biasa.

Keempat, di QT tidak mengenal sistem ranking, karena siste ranking dianggap Pak Bahruddin akan menimbulkan permusuhan antar siswa, karena menurutnya jika ada sistem ranking, maka setiap siswa pasti akan menjatuhkan siswa yang lain dan secara tidak langsung akan menimbulka permusuhan. Karena kunci sukses belajar adalah mencari teman yang sebanyak-banyaknya.

Namun sebenarnya, Komunitas Belajar QT pernah memakai sistem ranking dan nilai  dalam menentukan keberhasilan siswa. Namun saat para siswa mengikuti semacam lomba cerdas cermat, dalam prediksi para pembimbing mereka bisa menang, namun keputusan juri berkata lain, mereka akhirnya kalah. Dan para siswa merasa kecewa begitu juga para pembimbing, jadi Pak Bahruddin memutuskan untuk menghilangkan sistem ranking dan nilai, karena hanya akan menimbulkan perasaan kecewa pada si pelaku.

Kelima, mengenai ijazah, apakah di Komunitas Belajar ini mendapat ijazah seperti di sekolah biasa?? Tentu saja dapat, jadi Komunitas Belajar ini mereka daftarkan atau menurut Pak Bahruddin “dicantolkan” ke program kesetaraan, atau yang lebih kita kenal sebagai paket B dan C. Jadi siswa yang lulus dari QT ini tetap bisa untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan, orang tua tidak mau memasukkan anaknya ke sekolah yang tidak menyediakan ijazah, ditambah lagi kebanyakan orang tua masih menganggap bahwa ijazah itu penting.

Keenam, Qoryah Toyibah juga menerapkan sistem mandiri kepada para siswanya, jadi segala hal yang berhubungan dengan pembelajaran tidak hanya di hanya diurus oleh pembimbing, namun siswa-siswanya-pun juga terjun langsung kelapangan. Contohnya, untuk penggunaan internet, tentu saja komputer dan segala perangkat kerasnya telah disiapkan untuk pembimbing, namun untuk pembayaran internet, para siswa merembuk sendiri dan pengelolaannya-pun diatur dikelola oleh siswa sendiri. Tujuan akhir yang direncanakan Pak Bahruddin adalah dia ingin sekolah-sekolah alternative atau komunitas-komunitas belajar ini bisa muncul dimana-mana.

Ketujuh, Apakah siswa di QT mengikuti Ujian Nasional (UN)??? Pak Bahruddin lagi-lagi membebaskan siswa dalam menentukan hal ini, jadi dia membebaskan siswa boleh ikut atau tidak dalam UN. Namun kebanyakan siswa di QT mengganggap bahwa UN itu adalah gangguan dalam mengembangkan karyanya, namun dalam perjalanannya ada 3 (tiga) siswa yang mengikuti UN, dan ke-tiga anak ini dianggap penghianat oleh siswa-siswa yang lain, karena melanggar kesepakatan untuk tidak ikut UN. Lalu siswa-siswa yang tidak ikut UN berembug untuk memecahkan masalah tersebut, akhirnya mereka sepakat bahwa ke-tiga anak tersebut diperbolehkan mengikuti UN, dengan syarat mereka harus membuat tulisan (desertasi) tentang UN. Dan tulisan mereka-pun, tidak lama setelah UN telah jadi. Tulisan tersebut lalu diringkas dan berhasil dimuat di kompas, bahkan tulisan tersebut telah diterbitkan dengan judul buku “Lebih Asyik Tanpa Ujian Nasional”.

Itulah beberapa proses pembelajaran yang saya ketahui di Komunitas Belajar Qoryah Thayyibah. Setelah saya mengetahui bagaimana proses dan bagaimana output yang dihasilkan Qoryah Thayyibah ini, muncul dibenak saya, bahwa kenapa dari dulu saya tidak sekolah di QT?? Dan saya memiliki impian, jika saya sudah berkeluarga dan mempunyai anak sendiri, saya akan menyekolahkan anak saya di QT ini. Alasannya sudah sangat jelas, dengan model pembelajaran yang sudah saya sampaikan diatas dan dengan biaya yang terbilang sangat murahjika dibandingkan sekolah-sekolah biasa, telah menghasilkan output yang berkualitas, anak-anak seusia SMP dan SMA sudah banyak menghasilkan karya-karya yang sangat luar biasa. Bandingkan saja dengan anak-anak di sekolah biasa, sudah biayanya cukup mahal, namun  siswa-siswanya sangat jarang yang dapat menghasilkan karya yang demikian luar biasa.

Namun dikembalikan kembali kepada si Subjek Pembelajaran yaitu siswa sendiri, apakah dia sependapat dengan dengan apa yang dikatakan Pak Bahruddin??? Semua orang berhak untuk memiliki jawaban masing-masing dan berhak untuk memutuskan jalan hidupnya masing-masing. Karena pada dasarnya setiap individu itu berbeda, dan perpebedaan inilah yang menjadikan sesuatu itu lebih berwarna dan lebih menarik. Termasuk banyaknya perbedaan di dunia pendidikan kita ini, termasuk QT ini, mereka sudah tidak percaya lagi dengan metode yang pemerintah terapkan, akhirnya mereka menciptakan metode baru yang lebih fresh untuk menciptakan suatu output-an yang lebih berkualitas.

Dan terkhir, harapan penulis sendiri kuran lebih sama seperti harapan dari Pak Bahruddin. Penulis berharap agar sekolah-sekolah alternatif atau komunitas belajar yang pro-rakyat bisa terus bekembang dan menyebar sampai ke seluruh negeri dan akhirnya bisa membat kehidupan masyarakat Indonesia khususnya gerasi muda kita lebih berkualitas lagi, lagi dan lagi.. Amin…
Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. IRIDESCENT BLOG - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...